Rabu, 27 Juni 2012

Skripsi Fiqhud Dakwah Menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).


BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur semua aspek kehidupan baik hal yang besar maupun hal yang kecil sekalipun. “Kesempurnaan Islam ini ditandai dengan syumuliyah azzaman (sepanjang masa), syumuliyatul minhaj (mencakup semuanya), dan syumuliyatul makan (semua tempat)”.[1] Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Agama Islam merupakan suatu peraturan yang mengatur kehidupan umat manusia di dunia dan di akhirat yang dengan peraturan tersebut manusia akan menikmati kedamaian dan kesejahteraan baik di dunia lebih-lebih di akhirat. Peraturan dalam agama Islam yang memperkuat Islam tersebut, dan peraturan tersebut disyiarkan melalui dakwah. Dakwah merupakan misi (risalah) mulia dari Allah SWT yang menyelamatkan umat manusia dari jurang kesesatan dan kebingungan, lalu mengangkatnya ke mahligai kebahagiaan, dari kegelapan yang mencekam menuju cahaya yang penuh dengan sinar terang benderang.[2]
Kedudukan para da’i sama seperti kedudukan para Nabi yang sama-sama bertugas mengajak manusia menjalani kehidupan yang benar dan meninggalkan kesesatan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat al-Imran: 104
`  
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntun”.[3]

Pada hakikatnya dakwah merupakan upaya sadar untuk mempengaruhi orang atau pihak lain agar melakukan hal-hal yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dakwah. Dalam artian, dakwah di era globalisasi pun juga merupakan upaya sadar untuk merubah individu atau kelompok. Selain itu, dakwah juga merupakan aspek penting tersebarnya agama Islam.
Thoha Yahya Umar mengatakan bahwa: “Sejarah dakwah umum dimulai sejak filosof Yunani sebelum masehi, tetapi sebenarnya jauh lebih tua daripada itu, yakni dimulai sejak iblis mempengaruhi Nabi Adam dan Siti Hawa dengan rayuannya untuk memakan buah khuldi”.[4] Iblis pada dasarnya merupakan hamba Allah SWT yang taat, akan tetapi iblis mempunyai sifat sombong yang membuatnya tidak mau sujud kepada Nabi Adam, sehingga dengan kesombongannya itu membuat iblis dilaknat oleh Allah SWT. Segala macam cara iblis menggoda Nabi Adam, salah satunya dengan menggoda Nabi Adam dan Siti Hawa untuk memakan buah khuldi.
Demikianlah permulaan awal dakwah dilakukan, sedangkan di masa Rasul, Hasan Ibrahim dalam bukunya yang berjudul Dustur Dakwah Al-Qur'an mengatakan “Permulaan dakwah Islam berasal dari turunnya surat Mudatsir ayat 1-7 sebagai perintah kepada Rasul untuk memulai dakwah”.[5]
Agama Islam merupakan agama dakwah, berkembang dan tidaknya suatu agama sangat ditentukan oleh kegiatan dakwah yang dilakukan oleh umatnya. Dilihat dari segi tujuanya, dakwah bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Misi dakwah adalah merekrut manusia ke dalam Islam dan dakwah, hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang secara sadar menghidmatkan dirinya kepada Islam. Karena seorang da’i tidak mampu memberi hidayah, ia hanya menuntun manusia kepada hidayah itu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat Al-Qashash: 56
  
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.[6]

Permasalahan yang sering hadir dalam berdakwah adalah kurangnya pemahaman para da’i tentang dakwah itu sendiri, sehingga keberhasilan dakwah akan tergantung kepada pemahaman da’i dan metode yang digunakan da’i tersebut dalam menyampaikan materi dakwah. Di antara metode yang bisa digunakan oleh seorang da’i  dalam menyampaikan materinya bisa menggunkaan metode hikmah, pelajaran yang baik dan bisa juga dengan metode bertukar pikiran dengan cara yang baik, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat An-Nahl: 125
  
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[7]

Hikmah dalam ayat di atas adalah kemampuan untuk memilih bentuk yang tepat serta mempergunakannya dengan tepat dan mampu memperkirakan objek dakwah, melihat situasi, kondisi mad’u”.[8] Dalam berdakwah seorang da’i harus mengetahui metode apa yang akan disampaikan dan seorang da’i juga harus memiliki pemahaman tentang fiqhud dakwah. Dengan fiqhud dakwah agar keberhasilan dalam berdakwah dapat dicapai.
Mohammad Natsir adalah salah satu da’i yang namanya selalu dikenang oleh bangsa ini. “Ia merupakan seorang negarawan muslim, ulama intelektual, tokoh pembaharuan kenamaan. Itulah predikat yang bisa disematkan pada tokoh Muslim yang satu ini”.[9] Mohammad Natsir merupakan seorang da’i  yang memahami tentang fiqhud dakwah sehingga keberhasilannya dalam berdakwah diukirnya baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. “Ia pernah menjadi wakil presiden pada organisasi Islam Internasional pada tahun 1967. Ia juga pernah menjadi anggota Rabitah al-Alam al-Islam, serta ia pernah masuk anggota Dewan Masjid Sedunia”.[10] Keberhasilan dakwah Mohammad Natsir di antaranya karena ia mempunyai pemahaman yang benar tentang dakwah. Sosok kepribadian Muhammad Natsir menjadi contoh bagi para da’i yang ingin berdakwah.
Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa dalam berdakwah harus mempunyai pemahaman tentang fiqhud dakwah, inilah yang dimiliki Mohammad Natsir. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat skripsi yang berjudul: Fiqhud Dakwah Menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana esensi fiqhud dakwah ?
2.      Bagaimana konsep dakwah Mohammad Natsir ?
3.      Bagaimana fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat dan adab dakwah ?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a.       Untuk mengetahui esensi fiqhud dakwah.
b.      Untuk mengetahui konsep dakwah Mohammad Natsir.
c.       Untuk mengetahui fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat dan adab dakwah.
2.      Kegunaan Penelitian
a.       Secara teoritis
Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat dan adab dakwah.
b.      Secara praktis
Penelitian ini berguna bagi peneliti sendiri, bangsa dan agama Islam serta para calon da’i dalam menentukan kaifiat dan adab berdakwah.



D.    Tinjauan Pustaka
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Berdasarkan tinjauan yang penulis lakukan sampai saat ini belum terdapat penulis yang membahas fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat  dan adab dakwah. Namun ada tulisan yang senada dengan penelitian yang akan dilakukan di antaranya:
1.      Peranan Mohammad Natsir Dalam Pengembangan Dakwah Islam di Indonesia (Telaah Kontribusinya Melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) oleh M. Miftah Firdaus NIM. 9651063. Di dalam skirpsinya, dijelaskan mengenai kontribusi Mohammad Natsir melalui dewan dakwah Islamiyah Indonesia. Hal ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penulis lakukan saat ini, di mana persamaannya terletak pada tokohnya dan perbedaannya terletak pada pembahasannya. M. Miftah Firdaus meneliti tentang peranan Mohammad Natsir dalam pengembangan dakwah Islam di Indonesia (telaah kontribusinya melalui dewan dakwah Islamiyah Indonesia). Sedangkan penulis memilih Fiqhud Dakwah menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah)
2.      Urgensi Fiqhud Dakwah Bagi Da’i Dalam Menunjang keberhasilan Dakwah oleh Abdul Somad NIM. 9951002. Di dalam skripinya ini, Abdul Somad hanya mengkaji urgensi dakwah bagi da’i dalam menunjang keberhasilan dakwah. Sedangkan penelitian yang penulis akan lakukan adalah membahas Fiqhud Dakwah menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).
3.      Mohammad Natsir dalam bukunya “Di Bawah Naungan Risalah”. Dalam karyanya ini Beliau menjelaskan tentang contoh para da’i  pada masa sahabat yang berdakwah tak kenal henti walaupun intimidasi datang kepadanya. Di dalam buku ini juga dijelaskan contoh kelompok dan orang yang memusuhi Islam.
4.      Mohammad Natsir dkk. Dalam bukunya “Berilmu, Beraqidah dan Beramal”. Dalam buku ini menjelaskan dakwahnya Mohammad Natsir melalui khutbah. Dalam salah satu khutbahnya Mohammad Natsir mengajak semua orang untuk beramal dan membekali pondasi dengan keimanan.
5.      Jum’ah Amin Abdul Aziz dalam bukunya “Fiqhud Dakwah(studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah Islamiyah). Melalui karyanya ini Beliau lebih banyak mengungkapkan mengenai kaidah-kaidah dalam berdakwah. Di dalam buku ini, di antaranya juga dijelaskan mengenai tujuan yang ingin diraih dan sarana yang dibutuhkan dalam berdakwah.
Dari penelitian yang sudah ada, terdapat perbedaan yang cukup jelas antara penelitian yang diteliti oleh peneliti sebelumnya  dengan penelitian yang diteliti oleh penulis saat ini. Perbedaan tersebut membuat penulis berusaha menjelaskan mengenai Fiqhud Dakwah menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).
E.     Kerangka Teori
دَعَا – يَدْعُوْ – دَعْوَةً
 
Fiqhud Dakwah berasal bahasa Arab yaitu fiqhun yang artinya pemahaman. Sedangkan dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu                                yang artinya “Ajakan, seruan, panggilan dan undangan”.[11] Pengertian dakwah secara luas adalah penjabaran, penerjemahan dan pelaksanaan Islam dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan, dan lain sebagainya.[12]
Sedangkan menurut Syekh Ali Mahfudh, “Dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk agama, menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat”.[13] Jadi fiqhud dakwah adalah pemahaman tentang cara mengubah dari situasi keburukan kepada kebaikan, dan kemaksiatan kepada keimanan kepada Allah SWT dalam semua sisi kehidupan manusia.
Selain itu, “Dakwah merupakan tugas dan amalan setiap muslim karena dakwah juga merupakan tugas sejarah yang tidak dapat dielakkan bagi setiap muslim yang menerima risalah Nabi Muhammad SAW”.[14] Dalam kaifiat dan adab berdakwah seorang da’i harus paham terhadap kondisi mad’u agar dapat menentukan metode dan materi yang tepat. Menurut Mohammad Natsir dalam bukunya fiqhud dakwah mengatakan kaifiat dan adab dakwah adalah cara-cara yang ditempuh oleh seorang da’i untuk menyampaikan dakwah kepada mad’unya agar dakwahnya dapat diterima oleh mad’unya.[15] Adapun kaifiat dan adab berdakwah yang bisa digunakan oleh seorang da’i sebagaimana termuat dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[16]

 Bil hikmah (dengan kebijaksanaan), mau’izatil hasanah (pelajaran yang baik) dan mujadalah billati hiya ahsan (bertukar pikiran dengan cara yang baik)”.[17]
Dengan ketiga cara berdakwah di atas, akan lebih mudah diterima dan dilaksanakan oleh mad’u. Menurut Imam Jalaluddin al-Mahally dalam kitabnya “Tafsir Jalalain” bahwa Hikmah mengandung tiga pengertian:
1.      Perkataan yang kuat disertai dalil-dalil yang menjelaskan kebenaran dan  menghilangkan kesalahpahaman serta dapat dibedakan antara kebenaran dan kebatilan
2.      Bimbingan atau ajakan yang baik meliputi ajakan untuk mengikuti kebenaran dan peringatan terhadap kebatilan
3.      Perdebatan dengan menggunakan cara yang baik serta menggunakan dalil aql dan naql. Menolak kebatilan dengan jalan singkat dan memberi uraian secara tepat terhadap orang-orang yang menentang.[18]

Pendapat di atas dapat dipahami bahwa Hikmah bersikap lemah lembut, ramah, toleran, penuh maaf dan sabar serta menggunakan dalil-dalil naql dan aql  terhadap orang-orang yang cerdik pandai yang kurang menerima hak dan kebenaran serta peringatan kebatilan.
Mauizotil hasanah, menurut bahasa berasal dari kata “Mauizhan wa adzo wa idzu wa adzan-idzatan” yang berarti nasehat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara “hasanah” artinya kebaikan.[19] Jadi,  mauizotil hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan dalam kehidupan mendapat keselamatan dunia dan akhirat.
Sedangkan mujadalah berasal dari kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah, mujadalah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan kedua pihak.[20] Jadi, Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

F.     Metode Penelitian
1.      Jenis  Penelitian dan Sumber Data
a.       Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bentuk penelitian literatur atau kepustakaan (library research). Kepustakaan adalah salah satu hal yang diperlukan dalam persiapan penelitian ialah mendayagunakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Tidak mungkin suatu penelitian dapat dilakukan dengan baik tanpa orientasi pendahuluan kepustakaan.[21] Pendahuluan melalui perpustakaan bisa membawa penulis memiliki cakrawala berpikir yang luas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu karya yang memuaskan, tanpa adanya pendahuluan perpustakaan tidak dapat berjalan secara maksimal.
b.      Sumber Data
1)      Sumber data primer, yaitu data pokok yang bersumber dari al-Qur'an, hadits dan buku-buku yang berhubungan dengan masalah penelitian, seperti buku fiqhud dakwah Mohammad Natsir, biografi Mohammad Natsir dan lain sebagainya.
2)      Sumber sekunder adalah data pelengkap yang diperoleh dari internet, koran, majalah dan lain-lain yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data melalui langkah-langkah yang sistematis dan terencana, yaitu dengan cara:
a.       Melakukan observasi awal terhadap literatur-literatur yang berhubungan dengan persoalan penelitian, gunanya untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dan menyelesaikan bahan-bahan kepustakaan yang dapat dijadikan sumber data.
b.      Mengklasifikasikan literatur-literatur tersebut untuk dijadikan sebagai sumber primer ataupun sekunder.
c.       Menganalisis isi dari literatur yang sudah diklasifikasikan tadi sehingga diperoleh suatu pemahaman yang komprehensif.

3.      Teknik Analisa Data
Data yang terkumpul dari berbagai sumber di atas dianalisa secara deskriptif kualitatif, yakni dengan cara diuraikan, klasifikasi berdasarkan masalah penelitian, kemudian dianalisis dengan logika ilmiah secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang masih bersifat umum menjadi pernyataan yang bersifat khusus.

G.    Sistematika Pembahasan
Bab pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, pengertian dakwah dan fiqhud dakwah yang menguraikan tentang definisi dakwah dan fiqhud dakwah, kewajiban dakwah menurut syar’i, keutamaan dari dakwah dan ruang lingkup dari fiqhud dakwah.
Bab ketiga, biografi Mohammad Natsir, yang menguraikan riwayat hidup, perjuangan dan karyanya Mohammad Natsir.
Bab keempat, fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir Studi Analisis terhadap kaifiat dan adab dakwah yang menjelaskan pemikiran Mohammad Natsir tentang dakwah, kaifiat dan adab dakwah Mohammad Natsir yang berisikan tentang hikmah dalam arti mengenal golongan, memilih kata yang tepat, uswatun hasanah dan mawaddah fil qurba.
Bab kelima, penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.


[1] Rusmiati dkk, Panduan Mentoring Agama Islam, (Jakarta: Departemen Pembinaan Iqro Club, 2003), h. 28.

[2] Ibnu Taimiah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h.7.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta, 1996), h. 99.

[4] Thoha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1967), h. 5.
[5] Hasan Ibrahim, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur'an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 348.

[6] Departemen Agama RI, Op.Cit., h. 695.
[7] Ibid., h. 473.

[8] Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 2000), cet. ke-11, h. 165.
[9] Tim Redaksi Sabili, Mohammad Natsir Kiai Perdana Menteri, Sabili, edisi khusus, No. 9, th. X 2003, h. 104.

[10] Ibid., h. 106.
[11] Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 63.

[12] Endang Saifudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h.152.

[13] Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 4.

[14] Toha Yahya Umar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004), h. 1.
[15] Mohammad Natsir, Op.Cit., h. 177.

[16] Ibid., h. 225.

[17] Mohammad Natsir, Op.Cit.
[18] Imam Jalaluddin as-Mahally, Tafsiran Jalalain, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h. 125.

[19] Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Bandung: Diponegoro, 1993), h. 227.
[20] Ibid., h. 215.

[21] Masri Singarimbun dan Sopian Efendi, Metode Penelitian, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar