Photo Rayhan Imam
Manusia
diwajibkan untuk berusaha mencari penghidupannya, mengais kepingan
rizki dari Allah sembari memohon barokah atas rizki tersebut. Sekalipun
buku langit sudah menuliskan batasan rizki tiap manusia, limpahan rahmat
itu tidak akan turun dengan sendirinya bila tidak diusahakan. Semua
adalah rahasia dan urusan Allah, sebagaimana jodoh dan mati. Berdoa
tanpa berusaha hanya sia-sia karena tiada perubahan tanpa upaya. Yang
paling benar adalah bertawakal, yaitu menyerahkan semuanya kepada Sang
Pemberi Hidup setelah semua upaya dikerahkan.
Hidup
ini episodik, saya yakin sekali beruas-ruas seperti bambu, tidak lurus
mulus seperti sebatang tiang pancang beton. Ruas-ruas tersebut dipenuhi
dengan pergiliran kehidupan antara kesempitan dan kelapangan. Saya
meyakini hal ini, karena Allah menyebutkannya dalam sepotong ayat dalam
QS. Al-Insyirah 5 – 6 … faa innama’al usri yusraan, innama’al usri yusraan ... sebuah kalimat yang sama diulang dua kali berturut-turut. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, setelah kesulitan ada kemudahan.
Sekalipun
tidak ada janji bahwa setelah ada kemudahan akan ada kesulitan, kita
harus paham bahwa kesulitan pasti akan muncul sebagai kodrat kehidupan
manusia. Setiap jengkal langkah kita untuk maju, dan berupaya menjadi
insan kamil, pasti akan dihadang kesulitan. Kesulitan yang terbesar
sebenarnya berada di dalam pikiran, bukan di luar diri kita. Bila
terbiasa dengan harta yang cukup, ketika hilang sebagian kesedihan
langsung menyergap. Padahal secara objektik sisa harta yang dimiliki
masih jauh lebih banyak daripada milik seorang buruh pabrik. Sewaktu
kehilangan kekasih, dunia seakan runtuh dan ingin mengakhiri hidup,
padahal jodoh adalah urusan Allah. Ketika di PHK, ingin rasanya membunuh
sang Manajer Personalia, padahal jalan rizki masih terbentang lebar
asal dicari dengan sungguh-sungguh.
Saat
menjalani kehidupan, tenggelam dalam sebuah episode kehidupan, saya
kerapkali lupa bahwa saya sedang berada dalam sebuah episode. Bila
tengah gembira, seolah lupa bahwa tiba-tiba Allah bisa menumbangkan
kegembiraan itu ke jurang kesedihan. Bila sedang berduka, pesimis akan
ada waktu lain untuk bangkit dan kembali bergembira. Manusia lebih mudah
mengenali dukanya daripada gembiranya. Ketidak sedang berduka, terasa
sekali keinginan untuk mengakhirinya dan untuk itu selalu berusaha
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebaliknya, tatkala sedang bahagia,
orang cenderung lupa bahwa perjalanan hidup di dunia ini semuanya nisbi.
Tidak ada yang mutlak.
Kita
pasti masih ingat berbagai wacana tentang orang-orang yang didakwa
terlibat dalam gerakan PKI dan dipenjara tanpa pengadilan yang jelas.
KTP mereka diberi tanda dan keluarga mereka secara otomatis terimbas
stigma tahanan politik, dijauhi orang, dan tidak bisa memperoleh
penghidupan sebagaimana orang lain pada umumnya. Setelah kejatuhan rezim
Suharto, barulah kondisi berubah. Sementara Allah Swt meniadakan dosa
turunan, mengapa manusia menciptakan aturan baru tentang dosa orang tua?
Kita
juga belum lupa, bagaimana pejabat sipil, petinggi militer, anggota
parlemen, menjadi impian bagi kebanyakan pemuda. Bukan mengimpikan untuk
mengabdi kepada bangsa dengan benar, tetapi memperoleh harta dunia yang
memabukkan. Pekerjaan di lembaga keuangan seperti BI, pajak dan bea
cukai, industri strategis seperti Pertamina dan PLN, semuanya
menggiurkan karena dianggap “basah”. Sekarang, berlandaskan itikad
Pemerintah untuk menegakkan aparat yang bersih, KPK mengasah taring dan
taji memberangus para tersangka korupsi. Era kegemilangan para benalu
bangsa sudah mulai memudar.
Karena
hidup ini adalah pergiliran, episodik seperti ruas-ruas bambu, sudah
selayaknya bila kita tidak pernah lupa untuk bersyukur pada tiap jengkal
rizki Allah. Kita dipersilakan untuk melakukan shalat Dhuha bila ingin
kelimpahan rizki Allah, dan bayangan kita adalah gumpalan emas atau
timbunan uang. Tapi, saya juga pernah membaca, seharusnya yang kita
minta dalam shalat Dhuha adalah barokah rizki. Rizki tentunya semua hal
yang datang kepada kita, kita duga maupun tidak, namun tidak semuanya
barokah. Bila seseorang tidak pernah merasa cukup dengan rizki yang
diterimanya, waspadalah dengan kebarokahan rizki yang diperolehnya.
Barokahnya rizki membuat perasaan kita senang, sepiring nasi, sayur
kangkung, dan sepotong tempe goreng membuat kita gembira, terlebih
ketika anak-anak kita tersenyum ketika memakannya.
Kepedihan
dan derita yang kita alami dalam kehidupan pasti bukan kebetulan.
Seorang bijak mengatakan, tidak ada kebetulan dalam hidup ini. Semua
sudah diatur dan menjadi bagian dari riwayat kita. Orang Barat
mengatakan: what can not kill you will make you stronger. Saya
pribadi mengatakan, Allah selalu memberikan yang terbaik bagi umat-Nya,
sekalipun mungkin dalam bungkus terburuk dan terpahit. Semua pengalaman
yang tidak menyenangkan hanya akan meningkatkan imunitas tubuh kita.
Kalau
sekarang kita sedang dalam kesulitan dan kesusahan, jangan bersedih,
sebab pada saatnya nanti kita akan diberikan kegembiraan. Mungkin 1
tahun atau mungkin 3 tahun lagi, kita bisa bercerita pada orang lain
bagaimana kita bisa bertahan dan menasihati mereka cara menyelesaikan
masalah serupa itu.
Kalau
sekarang kita sedang di puncak kegembiraan, tetap ingat bahwa jurang
lebar penderitaan siap memakan kita tanpa ampun. Semakin kita lupa,
lebih sakit rasa jatuh nanti. Kalau kita waspada, insyaallah kita bisa
mempersiapkan perasaan ketika harus jatuh. Hidup ini bukan soal seberapa
kuat kita menahan kejatuhan, karena cepat lambat akan terjadi. Tapi,
bagaimana kita bangkit dan berjalan lagi setiap kali jatuh.
Sebagai penutup mari simak bunyi QS. Al-A’raf ayat 96: “Jika
sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tapi mereka
medustakan (ayat-ayat itu), maka Kami sika mereka disebabkan
perbuatannya”.
Semoga
bangsa ini memang sedang menuju ke arah kedewasaan, meninggalkan segala
kemungkaran karena menemukan cahaya kebenaran. Lalu, nestapa yang kita
alami sekarang ini kemudian hanyalah sepenggal episode yang akan kita
kenang dengan manis beberapa tahun mendatang. Insyallah