Rabu, 03 Oktober 2012

Islam di Indonesia


PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di indonesia. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi kita, karena di mass media mungkin kita sudah sering mendengar atau membaca bahwa indonesia adalah negara yang memiliki penganut agam islam terbesar di dunia.
Agam islam masuk ke indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan kedaerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran ajaran islam. Mengenai kapan islam masuk ke indosesia dan siapa pembawanyaterdapat beberapa teori yang mendukungnya.

1.A. proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama islam di indosesia menurut Ahmad Mansur suryanegara dalam bukunya yang berjudul”menemukan sejarah” ,terdapat tiga teori yaitu teori gujarat, teori makkah dan teori persia.
Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya islam ke indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama islam ke nusantara. Teori-teori tersebut adalah:
1. Teori Gujarat 
Teori ini berpendapat bahwa agama islam masuk ke indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari gujarat (cambay), india. Dasar teori ini adalah:
a. Kuragnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa arab dalam penyebaran islam di indonesia. 
b. Hubungan dagang indonesia dengan india telah lama melalui jalur indonesia-cambay-timur tengah-eropa.
c. Adanya batu nisan sultan samudera pasai yaitu malik Al-Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Viekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik islam yaitu adanya kerajaan samudera pasai. Hal ini juga bersumber sari keterangan marcopolo dari venesia(italia) yang pernah singgah di perlak(perureula) tahun 1292. ia enceritakan bahwa di perlak sudah banyak penduduk yang memeluk islam dan banyak pedagang islam dari india yang mentebarkan ajaran islam.

2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang uncul sebagai sanggahan terhadap teori islam yaitu teori Gujarat. Teori makkah berpendapat bahwa islam masuk ke indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari arab(mesir). Dasar teori ini adalah : 
a. pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat sumatra sudah terdapat perkampungan di kanton sejak abad ke 4. hal ini juga sesuai dengan berita cina.
b. Kerajaan samudera pasai menganut aliran mazhab syafi’i, dimana pengaruh mazhab syafi’i terbesar pada waktu itu adalah mesir dan akkah. Sedangkan Gujarat atau india adalah penganut mazhab hanafi.
c. Raja-raja samudera pasaio menggunakan gelar Al-Malik, yaitu gelar tersebut berasal dari mesir. Pendukung teori makalah ini adalah hamka, van leur dan T.W Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyataka bahwa abad 13 sudah berdiri kekuaaan politik islam, jadi masuknya ke indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad 7 dan yang berperabn besar terhadap proses penyebarannya adalh bangsa arab sendiri.

3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa islam masuk ke indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari persia (iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya persia dengan budaya masyarakat islam indonesia seperti:
a. peringatan 10 Muharrom/Asyura atas meninggalnya hasan dan husen cucu nabi muhammad, yang sangat di junjung oleh orang syi’ah / islam iran.
b. Kesamaan ajaran sufi yang di anut syekh siti jennar dengan sufi dari iran yaitu Al-Hallaj.
c. Penggunaan istilah iran dalam sistem mengeja huruf arab untuk tanda-tanda bunyi harakat.
d. Di temukannya makam maulana malik ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa islam masuk ke indonesia dengan jalan damai pada abad ke 7 dan mengalami perkembanganya pada abad 13 sebagai penegang peranan dalam penyebaran islam adalah bangsa Arab, Persia dan Gujarat(india). 

2.B. Wujud akulturasi kebudayaan indonesia dan kebudayaan islam 
Sebelum islam masuk dan berekembang, indosesia sudah memiliki corak kebudayaan yang di pengaruhi oleh agama hindu dan budha. Dengan masuknya islam, indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua(lebih) kenudayaan karena percampuran bangsa-banga dan saling mempengaruhi), yang meluruskan kebudayaan baru yaitu kebudayaan islam indonesia.
Masuknya islam tersebut tidak berarti kebudayaan hindu dan budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat indonesia. Untuk lebih mamahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi pemakalah sedikit memberi uraian berikut ini.yait; 
1. Seni bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana.
2. Seni rupa 
Tradisi islam tidak menggambarkan bentuk manusia/hewan. Seni ukui relief yang menghias masjid, makam islam berupa saluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula sinkretisme, agar dapat keserasian. 
3. Aksara dan seni sastra 
Tersebarnya agama islam ke indonesia maka berpengaruh terhadap bidang akasara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulsan arab, bahkan berkembang tulisan arab melayuatau biasanya dikenal dengan istilah arab gundul yaitu tulisan arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a,i,u seperti laszimnya tulisan arab. Disamping itu juga, huruf arab berkembang menjadi seni kaligrafiyang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran. Sedangkan dalan seni sastra yang berkembang pada awal periode islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh hindu-budha dan sastra islam yang banyak mendapat pengaruh persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan atau aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf arab melayu(arab gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman hindu. 

3.C. Integrasi bangsa indonesia 
1. Pengertian Nation dan Negara Indonesia
JIika kita mendengar atau membaca istilah nation indonesia dan negara indonesia. Apakah terlintas dalam pikiran kita bahwa keduanya memiliki pengertian yang sama? Pada dasarnya antara nation indonesia maupun negara indonesia memiliki pengertian yang berbeda. menurut Ernest Renan, Nation adalah suatu kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri dari orang-orang yang saling merasa setiakawan satu sama lain, tetapi nation tidak bergantung pada kesamaan asal ras, suku bangsa,agama ataupun hal-hal lain yang sejenis, karena nation hanyalah merupakan suatu kesepakatan bersama. Untuk itu yang dimaksud dengan nation indonesia adalah kesatuan solidaritas yang didasarkan atas perasaan kebangsaan indonesia, yang berkehendak untuk hidup bersama ditanah air indonesia sebagai suatu bangsa. 
Sedangakan pengertian dari negara indonesia yaitu suatu organisasi politik, suatu struktur politik dimana para warga negara adalah anggota dari organisaasi politik besar tersebut. Keanggotaan dalam organisasi negara atau kewarganegaraan di atur oleh aturan hukum, jadi undang-undanglah yang menyatakan apakah seseorang adalah warga negara indonesia atau bukan.
Dari penjelasan tersebut di atas dapatlah dibedakan antara keduanya yaitu dalam negara indonesia, kesatuan solidaritasnya berpedoman pada undang-undang atau terikat pada hukum. Sedangkan dalam nation indonesia, kesatuan solidaritasnya hanya didsarkan pada perasaan kebersamaan atau rasa solidaritas kebangsaan indonesia.
2. Kemajemukan Masyarakat Indonesia 
Sebagai warga negara indonesia tentu kita memahami bahwa masyarakat indonesia beranekaragam atau dikatakan sebagai masyarakat majemuk atau plural. Istilah masyarakat indonesia majemuk pertama kali diperkenalkan oleh furnivall dalam bukunya 
Netherlands india, A study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit berkata dalam satu kesatuan sosial politik, kemajuan masyarakat indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam bebagai hal.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kemajemukan indonesia tampak pada perbedaan warga masyarakat secara horizontal yang terdiri atas berbagai ras, suku bangsa, agama, adatdan perbedaan-perbedaan kedaerahan.Menurut Robertson (1977), ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri warna kulit dan fisik tubuh tertentu yang diturunkan secara turun-temurun. Untuk itu ras yang hidup di indonesia antar lain ras melayu mongoloid, weddoid, dan sebagainya. Sedangkan untuk suku bangsa atau etnis yang tersebar di indonesia sangatlah beranekaragam, dan menurut Hilldred Geertz di indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa, dimana masing-masing memiliki bahasa dan identitas kebudayaan yang berbeda.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantias menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi. 
3. Proses Integrasi Bangsa Indonesia
Menurut Hendropuspito oc dalam bukunya “ Sosiologi Sistematik”istilah integrasi berasal dari kata latin integrare yang berarti memberikantempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata tersebut maka menurunkan kata integritas yang berarti keutuhan atau kebulatan dan integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Secara umum integrasi diartikan sebagai pernyataan secara terencana dari bagian-bagian yang berbeda menjadi satu kesatuan yang serasi.
Kata integarasi berkaiotan erat dengan terbentuknya suatu bangsa, karena suatu bangsa terdiri dari berbagai unsur seperti suku/etnis, ras, kepercayaan dan sebagainya, yang beranekaragam. Untuk itu integrasi suatu bangsa terjadi karena adanya perpaduandai berbagai unsur tersebut, sehingga terwujud kesatuan wilayah, kesatuan politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang membentuk jati diri bangsa tersebut. Integrasi bangsa tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan suatu proses perjalanan waktu yang panjang yang harus diawali adanya kebersamaan dalam kehidupan. Kebersamaan tersebut memiliki arti yang luas yaitu kebersamaan hidup, kebersamaan pola pikir, kebersamaan tujuan dan kebersamaan kepentingan.
Dengan demikian integrasi suatu bangsa dilandasi oleh cita-cita dan tujuan yang sama, adanya saling pendekatan dan kesadaran untuk bertoleransi dan saling menghormati. Demikian pula untuk integrasi bangsa, mengingat indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan memiliki keanekaraganan budaya. Maka sangat memerlukan proses integrasi, karena dampak dari kemaemukan ini sangat potensial terjadinya konflik/pertentangan. Kecenderungan terjadinya konflik di indonesia sangatlah besar, untuk itu hendaknya setiap warga masyaraakat si indonesia harus menyadari dan mempunayi ciyta-cita bersama sebagai bangsa indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
G. Moedjanto, Negara dan nasionalisme indonesia, PT. Grasindo, jakarta,1995
R. Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Kanisius, Yogyakarta, 1985 
Nugroho Notosusanto, dkk, Sejarah Nasional Indonesia 111, Depdikbud, jakarta, 1992
Sardiman A.M. dan kusriyantinah, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, kendang sari, Surabaya, 1995.
Harsya W. Bachtiar, Integrasi Nasional Indonesia, jakarta, 1995

Sabtu, 21 Juli 2012

Apa Arti Kehidupan Ini?


        Sebagian orang mungkin bertanya; apa arti kehidupan ini? Kalau kita cermati akan banyak sekali jawaban untuk satu pertanyaan ini. Sebagian menjawab, bahwa kehidupan adalah uang. Sehingga setiap detik hidup ini yang dicari adalah uang. Artinya apabila dia tidak memiliki uang, seolah-olah kehidupannya telah hilang. Sebagian lagi menjawab, bahwa kehidupan adalah kedudukan. Sehingga setiap detik yang dicari adalah kedudukan. Sebagian lagi memandang bahwa kehidupan adalah kesempatan untuk bersenang-senang. Maka bagi golongan ini kesenangan duniawi adalah tujuan utama yang dicari-cari.
Saudaraku -semoga Allah merahmatimu- kehidupan ini adalah sebuah kesempatan yang sangat berharga untuk kita. Jangan sampai kita sia-siakan kehidupan di dunia ini untuk sesuatu yang tidak jelas dan akan sirna. Kenikmatan dunia ini pun kalau mau kita pikirkan dengan baik, maka tidaklah lama. Sebentar saja, bukankah demikian? Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Seolah-olah tatkala  melihat hari kiamat itu, mereka tidaklah hidup (di dunia) kecuali hanya sesaat saja di waktu siang atau sesaat di waktu dhuha.” (QS. an-Nazi’at: 46)
Lalu apa yang harus kita lakukan di dunia ini? Sebuah pertanyaan menarik. Sebuah pertanyaan yang akan kita temukan jawabannya di dalam al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Jangan salah paham dulu… Jangan dikira bahwa itu artinya setiap detik kita harus berada di masjid, atau setiap detik kita harus membaca al-Qur’an, atau setiap hari kita harus berpuasa, sama sekali bukan demikian… Ibadah, mencakup segala ucapan dan perbuatan yang dicintai oleh Allah. Allah tidak menghendaki kita setiap detik berada di masjid. Allah juga tidak menghendaki kita setiap detik membaca al-Qur’an. Semua ibadah itu ada waktunya. Yang terpenting bagi kita adalah melakukan apa yang Allah cintai bagaimana pun keadaan kita dan di mana pun kita berada.
Di antara perkara yang dituntut pada diri kita adalah senantiasa mengingat Allah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang banyak berdzikir dan mengingat Allah dalam segala kondisi. Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Lantas apa yang akan terjadi pada seekor ikan jika ia dikeluarkan dari air?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mengatakan, “Perumpamaan orang yang mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingat Allah adalah seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)
Dengan mengingat Allah, maka kita akan berhati-hati dalam menjalani hidup ini. Karena Allah senantiasa mengawasi kita dan mengetahui apa yang kita ucapkan, apa yang kita lakukan, di mana pun dan kapan pun. Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya perkara sekecil apapun. Inilah yang semestinya senantiasa kita tanamkan di dalam hati kita. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberpesan, “Bertakwalah kepada Allah dimana pun kamu berada.” (HR. Tirmidzi). Kita harus bertakwa kepada Allah baik ketika berada di rumah, di jalan, di kampus, di pasar atau di mana pun kita berada, ketika bersama orang maupun ketika bersendirian.
Menjadi orang yang bertakwa itu bagaimana? Saudaraku -semoga Allah menunjuki kita- ketakwaan itu akan diraih manakala kita senantiasa mengingat adanya hari pembalasan dan bersiap-siap untuk menghadapinya dengan menjalankan ajaran-ajaran-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu bahwa takwa adalah, “Rasa takut kepada Allah, beramal dengan wahyu yang diturunkan, dan bersiap-siap menyambut hari kiamat.” Allahu a’lam.
Penulis: Rayhan Imam


Rabu, 27 Juni 2012

KU CARI DAN MENANTI ?Harapan q terhadapMu

"Ya Allah, kapan jodohku datang?" ucapnya lirih dihari-harinya terasa kelabu. ketika hari diharapkan menyenangkan ternyata tak kunjung menghilangkan rasa gelisah dibilik hatinya. Gelisah pada umur yang mengejarnya, sementara pendamping hidup tak kunjung tiba. Setiap kali suara ibunya yang lembut mampu menyayat hatinya disaat bertanya, "Mbak, kapan ibu bisa menimang cucu?" "Insya Allah Bu.." dijawabnya dengan cucuran air mata. Bahkan salah seorang teman kerjanya selalu memprovokasi tak pernah dihiraukan, "Ubah dong penampilannya pakai roknya yang warna cerah, masa baju komprang, kedodoran, warna kusam, nggak ngetrend." Keyakinannya bahwa wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, akan datang laki-laki baik yang menerima dirinya apa adanya.

Disaat lelah dan letihnya kehidupan, kebahagiaan itu ditemukan disaat mampir untuk melepaskan dahaga di Rumah Amalia, bersama seorang temannya siang itu di Rumah Amalia berkumpul dengan anak-anak Amalia, rasanya ikut berlari-larian. Tanpa terasa air matanya mengalir begitu banyak anugerah Allah yang telah diterimanya namun lupa mensyukurinya. Pekerjaan, masih punya orang tua yang menyayangi dirinya. Dengan berbagi kebahagiaan untuk anak-anak di Rumah Amalia merupakan tanda syukur atas semua nikmat karunia Allah. Sampai waktu berlalu, sepulang dari kantor ditempat kos sudah menunggu seorang teman lama. "Mbak, sudah lama menunggu?" Tangannya tergopoh-gopoh mengeluarkan kunci kamar, wajahnya tersenyum manis. "Sudah dek, setengah jam yang lalu." ucapnya. Tanpa menunggu basa basi, temannya itu mengatakan bila adik laki-lakinya ingin ta'aruf. Diperlihatkan poto sang adik, hatinya berdesir. "Masya Allah, wajahnya bening memancarkan keshalehan, ucapnya dalam hati. "Mbak, apa aku pantas untuk adiknya Mbak?" tanyanya ragu."Insya Allah, seperti yang kamu bilang wanita yang baik untuk laki-laki yang baik." jawabnya membuat dirinya tersipu-sipu malu. Malam hari, sesaat temannya sudah pulang. Hatinya bergetar ketika membaca SMS, "Assalamu'alaikum Ukhti, Minggu depan izinkan saya bersama kedua orang tua dan keluarga besar kami datang ke rumah orang tua ukhti untuk melamar. Wassalamu'alaikum, Akhifillah." Tetes air matanya tak terbendung lagi, Allah menjawab doanya dengan mengirimkan pendamping hidup untuknya. Ternyata tak ada yang sia-sia atas kesabaran dan doanya selama ini. Subhanallah.














By: Rayhan Imam

Skripsi Fiqhud Dakwah Menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).


BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur semua aspek kehidupan baik hal yang besar maupun hal yang kecil sekalipun. “Kesempurnaan Islam ini ditandai dengan syumuliyah azzaman (sepanjang masa), syumuliyatul minhaj (mencakup semuanya), dan syumuliyatul makan (semua tempat)”.[1] Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Agama Islam merupakan suatu peraturan yang mengatur kehidupan umat manusia di dunia dan di akhirat yang dengan peraturan tersebut manusia akan menikmati kedamaian dan kesejahteraan baik di dunia lebih-lebih di akhirat. Peraturan dalam agama Islam yang memperkuat Islam tersebut, dan peraturan tersebut disyiarkan melalui dakwah. Dakwah merupakan misi (risalah) mulia dari Allah SWT yang menyelamatkan umat manusia dari jurang kesesatan dan kebingungan, lalu mengangkatnya ke mahligai kebahagiaan, dari kegelapan yang mencekam menuju cahaya yang penuh dengan sinar terang benderang.[2]
Kedudukan para da’i sama seperti kedudukan para Nabi yang sama-sama bertugas mengajak manusia menjalani kehidupan yang benar dan meninggalkan kesesatan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat al-Imran: 104
`  
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntun”.[3]

Pada hakikatnya dakwah merupakan upaya sadar untuk mempengaruhi orang atau pihak lain agar melakukan hal-hal yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dakwah. Dalam artian, dakwah di era globalisasi pun juga merupakan upaya sadar untuk merubah individu atau kelompok. Selain itu, dakwah juga merupakan aspek penting tersebarnya agama Islam.
Thoha Yahya Umar mengatakan bahwa: “Sejarah dakwah umum dimulai sejak filosof Yunani sebelum masehi, tetapi sebenarnya jauh lebih tua daripada itu, yakni dimulai sejak iblis mempengaruhi Nabi Adam dan Siti Hawa dengan rayuannya untuk memakan buah khuldi”.[4] Iblis pada dasarnya merupakan hamba Allah SWT yang taat, akan tetapi iblis mempunyai sifat sombong yang membuatnya tidak mau sujud kepada Nabi Adam, sehingga dengan kesombongannya itu membuat iblis dilaknat oleh Allah SWT. Segala macam cara iblis menggoda Nabi Adam, salah satunya dengan menggoda Nabi Adam dan Siti Hawa untuk memakan buah khuldi.
Demikianlah permulaan awal dakwah dilakukan, sedangkan di masa Rasul, Hasan Ibrahim dalam bukunya yang berjudul Dustur Dakwah Al-Qur'an mengatakan “Permulaan dakwah Islam berasal dari turunnya surat Mudatsir ayat 1-7 sebagai perintah kepada Rasul untuk memulai dakwah”.[5]
Agama Islam merupakan agama dakwah, berkembang dan tidaknya suatu agama sangat ditentukan oleh kegiatan dakwah yang dilakukan oleh umatnya. Dilihat dari segi tujuanya, dakwah bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Misi dakwah adalah merekrut manusia ke dalam Islam dan dakwah, hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang yang secara sadar menghidmatkan dirinya kepada Islam. Karena seorang da’i tidak mampu memberi hidayah, ia hanya menuntun manusia kepada hidayah itu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat Al-Qashash: 56
  
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.[6]

Permasalahan yang sering hadir dalam berdakwah adalah kurangnya pemahaman para da’i tentang dakwah itu sendiri, sehingga keberhasilan dakwah akan tergantung kepada pemahaman da’i dan metode yang digunakan da’i tersebut dalam menyampaikan materi dakwah. Di antara metode yang bisa digunakan oleh seorang da’i  dalam menyampaikan materinya bisa menggunkaan metode hikmah, pelajaran yang baik dan bisa juga dengan metode bertukar pikiran dengan cara yang baik, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat An-Nahl: 125
  
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[7]

Hikmah dalam ayat di atas adalah kemampuan untuk memilih bentuk yang tepat serta mempergunakannya dengan tepat dan mampu memperkirakan objek dakwah, melihat situasi, kondisi mad’u”.[8] Dalam berdakwah seorang da’i harus mengetahui metode apa yang akan disampaikan dan seorang da’i juga harus memiliki pemahaman tentang fiqhud dakwah. Dengan fiqhud dakwah agar keberhasilan dalam berdakwah dapat dicapai.
Mohammad Natsir adalah salah satu da’i yang namanya selalu dikenang oleh bangsa ini. “Ia merupakan seorang negarawan muslim, ulama intelektual, tokoh pembaharuan kenamaan. Itulah predikat yang bisa disematkan pada tokoh Muslim yang satu ini”.[9] Mohammad Natsir merupakan seorang da’i  yang memahami tentang fiqhud dakwah sehingga keberhasilannya dalam berdakwah diukirnya baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. “Ia pernah menjadi wakil presiden pada organisasi Islam Internasional pada tahun 1967. Ia juga pernah menjadi anggota Rabitah al-Alam al-Islam, serta ia pernah masuk anggota Dewan Masjid Sedunia”.[10] Keberhasilan dakwah Mohammad Natsir di antaranya karena ia mempunyai pemahaman yang benar tentang dakwah. Sosok kepribadian Muhammad Natsir menjadi contoh bagi para da’i yang ingin berdakwah.
Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa dalam berdakwah harus mempunyai pemahaman tentang fiqhud dakwah, inilah yang dimiliki Mohammad Natsir. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat skripsi yang berjudul: Fiqhud Dakwah Menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana esensi fiqhud dakwah ?
2.      Bagaimana konsep dakwah Mohammad Natsir ?
3.      Bagaimana fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat dan adab dakwah ?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a.       Untuk mengetahui esensi fiqhud dakwah.
b.      Untuk mengetahui konsep dakwah Mohammad Natsir.
c.       Untuk mengetahui fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat dan adab dakwah.
2.      Kegunaan Penelitian
a.       Secara teoritis
Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat dan adab dakwah.
b.      Secara praktis
Penelitian ini berguna bagi peneliti sendiri, bangsa dan agama Islam serta para calon da’i dalam menentukan kaifiat dan adab berdakwah.



D.    Tinjauan Pustaka
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Berdasarkan tinjauan yang penulis lakukan sampai saat ini belum terdapat penulis yang membahas fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir tentang kaifiat  dan adab dakwah. Namun ada tulisan yang senada dengan penelitian yang akan dilakukan di antaranya:
1.      Peranan Mohammad Natsir Dalam Pengembangan Dakwah Islam di Indonesia (Telaah Kontribusinya Melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) oleh M. Miftah Firdaus NIM. 9651063. Di dalam skirpsinya, dijelaskan mengenai kontribusi Mohammad Natsir melalui dewan dakwah Islamiyah Indonesia. Hal ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penulis lakukan saat ini, di mana persamaannya terletak pada tokohnya dan perbedaannya terletak pada pembahasannya. M. Miftah Firdaus meneliti tentang peranan Mohammad Natsir dalam pengembangan dakwah Islam di Indonesia (telaah kontribusinya melalui dewan dakwah Islamiyah Indonesia). Sedangkan penulis memilih Fiqhud Dakwah menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah)
2.      Urgensi Fiqhud Dakwah Bagi Da’i Dalam Menunjang keberhasilan Dakwah oleh Abdul Somad NIM. 9951002. Di dalam skripinya ini, Abdul Somad hanya mengkaji urgensi dakwah bagi da’i dalam menunjang keberhasilan dakwah. Sedangkan penelitian yang penulis akan lakukan adalah membahas Fiqhud Dakwah menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).
3.      Mohammad Natsir dalam bukunya “Di Bawah Naungan Risalah”. Dalam karyanya ini Beliau menjelaskan tentang contoh para da’i  pada masa sahabat yang berdakwah tak kenal henti walaupun intimidasi datang kepadanya. Di dalam buku ini juga dijelaskan contoh kelompok dan orang yang memusuhi Islam.
4.      Mohammad Natsir dkk. Dalam bukunya “Berilmu, Beraqidah dan Beramal”. Dalam buku ini menjelaskan dakwahnya Mohammad Natsir melalui khutbah. Dalam salah satu khutbahnya Mohammad Natsir mengajak semua orang untuk beramal dan membekali pondasi dengan keimanan.
5.      Jum’ah Amin Abdul Aziz dalam bukunya “Fiqhud Dakwah(studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah Islamiyah). Melalui karyanya ini Beliau lebih banyak mengungkapkan mengenai kaidah-kaidah dalam berdakwah. Di dalam buku ini, di antaranya juga dijelaskan mengenai tujuan yang ingin diraih dan sarana yang dibutuhkan dalam berdakwah.
Dari penelitian yang sudah ada, terdapat perbedaan yang cukup jelas antara penelitian yang diteliti oleh peneliti sebelumnya  dengan penelitian yang diteliti oleh penulis saat ini. Perbedaan tersebut membuat penulis berusaha menjelaskan mengenai Fiqhud Dakwah menurut Mohammad Natsir (Studi Analisis Terhadap Kaifiat dan Adab Dakwah).
E.     Kerangka Teori
دَعَا – يَدْعُوْ – دَعْوَةً
 
Fiqhud Dakwah berasal bahasa Arab yaitu fiqhun yang artinya pemahaman. Sedangkan dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu                                yang artinya “Ajakan, seruan, panggilan dan undangan”.[11] Pengertian dakwah secara luas adalah penjabaran, penerjemahan dan pelaksanaan Islam dalam kehidupan manusia, termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan, dan lain sebagainya.[12]
Sedangkan menurut Syekh Ali Mahfudh, “Dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk agama, menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat”.[13] Jadi fiqhud dakwah adalah pemahaman tentang cara mengubah dari situasi keburukan kepada kebaikan, dan kemaksiatan kepada keimanan kepada Allah SWT dalam semua sisi kehidupan manusia.
Selain itu, “Dakwah merupakan tugas dan amalan setiap muslim karena dakwah juga merupakan tugas sejarah yang tidak dapat dielakkan bagi setiap muslim yang menerima risalah Nabi Muhammad SAW”.[14] Dalam kaifiat dan adab berdakwah seorang da’i harus paham terhadap kondisi mad’u agar dapat menentukan metode dan materi yang tepat. Menurut Mohammad Natsir dalam bukunya fiqhud dakwah mengatakan kaifiat dan adab dakwah adalah cara-cara yang ditempuh oleh seorang da’i untuk menyampaikan dakwah kepada mad’unya agar dakwahnya dapat diterima oleh mad’unya.[15] Adapun kaifiat dan adab berdakwah yang bisa digunakan oleh seorang da’i sebagaimana termuat dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[16]

 Bil hikmah (dengan kebijaksanaan), mau’izatil hasanah (pelajaran yang baik) dan mujadalah billati hiya ahsan (bertukar pikiran dengan cara yang baik)”.[17]
Dengan ketiga cara berdakwah di atas, akan lebih mudah diterima dan dilaksanakan oleh mad’u. Menurut Imam Jalaluddin al-Mahally dalam kitabnya “Tafsir Jalalain” bahwa Hikmah mengandung tiga pengertian:
1.      Perkataan yang kuat disertai dalil-dalil yang menjelaskan kebenaran dan  menghilangkan kesalahpahaman serta dapat dibedakan antara kebenaran dan kebatilan
2.      Bimbingan atau ajakan yang baik meliputi ajakan untuk mengikuti kebenaran dan peringatan terhadap kebatilan
3.      Perdebatan dengan menggunakan cara yang baik serta menggunakan dalil aql dan naql. Menolak kebatilan dengan jalan singkat dan memberi uraian secara tepat terhadap orang-orang yang menentang.[18]

Pendapat di atas dapat dipahami bahwa Hikmah bersikap lemah lembut, ramah, toleran, penuh maaf dan sabar serta menggunakan dalil-dalil naql dan aql  terhadap orang-orang yang cerdik pandai yang kurang menerima hak dan kebenaran serta peringatan kebatilan.
Mauizotil hasanah, menurut bahasa berasal dari kata “Mauizhan wa adzo wa idzu wa adzan-idzatan” yang berarti nasehat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara “hasanah” artinya kebaikan.[19] Jadi,  mauizotil hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan dalam kehidupan mendapat keselamatan dunia dan akhirat.
Sedangkan mujadalah berasal dari kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah, mujadalah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan kedua pihak.[20] Jadi, Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

F.     Metode Penelitian
1.      Jenis  Penelitian dan Sumber Data
a.       Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bentuk penelitian literatur atau kepustakaan (library research). Kepustakaan adalah salah satu hal yang diperlukan dalam persiapan penelitian ialah mendayagunakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Tidak mungkin suatu penelitian dapat dilakukan dengan baik tanpa orientasi pendahuluan kepustakaan.[21] Pendahuluan melalui perpustakaan bisa membawa penulis memiliki cakrawala berpikir yang luas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu karya yang memuaskan, tanpa adanya pendahuluan perpustakaan tidak dapat berjalan secara maksimal.
b.      Sumber Data
1)      Sumber data primer, yaitu data pokok yang bersumber dari al-Qur'an, hadits dan buku-buku yang berhubungan dengan masalah penelitian, seperti buku fiqhud dakwah Mohammad Natsir, biografi Mohammad Natsir dan lain sebagainya.
2)      Sumber sekunder adalah data pelengkap yang diperoleh dari internet, koran, majalah dan lain-lain yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data melalui langkah-langkah yang sistematis dan terencana, yaitu dengan cara:
a.       Melakukan observasi awal terhadap literatur-literatur yang berhubungan dengan persoalan penelitian, gunanya untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya dan menyelesaikan bahan-bahan kepustakaan yang dapat dijadikan sumber data.
b.      Mengklasifikasikan literatur-literatur tersebut untuk dijadikan sebagai sumber primer ataupun sekunder.
c.       Menganalisis isi dari literatur yang sudah diklasifikasikan tadi sehingga diperoleh suatu pemahaman yang komprehensif.

3.      Teknik Analisa Data
Data yang terkumpul dari berbagai sumber di atas dianalisa secara deskriptif kualitatif, yakni dengan cara diuraikan, klasifikasi berdasarkan masalah penelitian, kemudian dianalisis dengan logika ilmiah secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang masih bersifat umum menjadi pernyataan yang bersifat khusus.

G.    Sistematika Pembahasan
Bab pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, pengertian dakwah dan fiqhud dakwah yang menguraikan tentang definisi dakwah dan fiqhud dakwah, kewajiban dakwah menurut syar’i, keutamaan dari dakwah dan ruang lingkup dari fiqhud dakwah.
Bab ketiga, biografi Mohammad Natsir, yang menguraikan riwayat hidup, perjuangan dan karyanya Mohammad Natsir.
Bab keempat, fiqhud dakwah menurut Mohammad Natsir Studi Analisis terhadap kaifiat dan adab dakwah yang menjelaskan pemikiran Mohammad Natsir tentang dakwah, kaifiat dan adab dakwah Mohammad Natsir yang berisikan tentang hikmah dalam arti mengenal golongan, memilih kata yang tepat, uswatun hasanah dan mawaddah fil qurba.
Bab kelima, penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.


[1] Rusmiati dkk, Panduan Mentoring Agama Islam, (Jakarta: Departemen Pembinaan Iqro Club, 2003), h. 28.

[2] Ibnu Taimiah, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h.7.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta, 1996), h. 99.

[4] Thoha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1967), h. 5.
[5] Hasan Ibrahim, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur'an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 348.

[6] Departemen Agama RI, Op.Cit., h. 695.
[7] Ibid., h. 473.

[8] Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 2000), cet. ke-11, h. 165.
[9] Tim Redaksi Sabili, Mohammad Natsir Kiai Perdana Menteri, Sabili, edisi khusus, No. 9, th. X 2003, h. 104.

[10] Ibid., h. 106.
[11] Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 63.

[12] Endang Saifudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h.152.

[13] Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 4.

[14] Toha Yahya Umar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004), h. 1.
[15] Mohammad Natsir, Op.Cit., h. 177.

[16] Ibid., h. 225.

[17] Mohammad Natsir, Op.Cit.
[18] Imam Jalaluddin as-Mahally, Tafsiran Jalalain, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h. 125.

[19] Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Bandung: Diponegoro, 1993), h. 227.
[20] Ibid., h. 215.

[21] Masri Singarimbun dan Sopian Efendi, Metode Penelitian, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 70.